Ahmaduka yaa mushorrifal quluub ‘alaa maziidi ni’matik,
wa asykuruka ‘alaa ihsaanik, al-ladziy mashdaruHu mujarradu fadhlik…
Wa ushalliy wa usallimu ‘alaa man shaghghara bi shahiihi ‘azmiHi jaysyal jaHaalah,
wa mazzaqa bi saalimi hazmiHi syamladh dhalaalah…
Wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati, ku memuji-Mu karena tambahan nikmat Mu,
dan aku bersyukur atas kebaikan-Mu yang semata-mata karunia-Mu…
Kumintakan shalawat dan salam atas Nabi yang telah hinakan tentara kebodohan,
yang dengan keteguhan hatinya telah menghancurkan kesesatan…
“Taman orang yang jatuh cinta”, begitulah Ibnul Qayyim rahimahullah telah mengukir indah sebuah judul dalam salah satu karyanya, yakni Raudhatul muhibbiin wa nuzhatul musytaaqiin (Taman orang yang jatuh cinta dan memendam rindu). Banyak orang keliru memahami dan mempraktikkan maksud kata “cinta”. Padahal, Islam adalah agama yang sempurna yang secara khusus memandu dalam memahami dan mempraktikkan “cinta” yang hakiki lagi sejati sehingga benar-benar menjadi “taman indah bagi orang yang sedang jatuh cinta”.
Buah Cinta Abdurrahman kepada Sang Kekasih
~Pengorbanan Cinta Membuahkan Kedermawanan Luar Biasa~
Tatkakla ahli balaghah mensifati cinta :
Cinta itu melecut penakut menjadi pemberani,
cinta itu mendorong orang kikir menjadi dermawan,
cinta itu memfasihkan lidah orang yang gagap.
(Raudhatul muhibbiin, 259)
Islam menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah dan sudah sepatutnya akhlak seorang muslim adalah pemurah lagi dermawan. Ketahuilah bahwa sifat pemurah lagi dermawan ini adalah salah satu sifat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman :
“Ar-Rahmaani Ar-Rahiim” (Q.S. Al-Fatihah : 3)
Artinya :
“Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
yakni Allah Ta’ala memiliki sifat “rahmah : pemurah lagi dermawan” yang sifatnya langgeng, senantiasa ada, luas lagi sempurna. Allah Ta’ala tak pandang bulu dalam memberikan rezeki dan Dia membagi-bagikan rezeki kepada seluruh makhluk bahkan yang ingkar sekalipun.” (Fiqhu Asmaa’i Al-Husnaa, 83-85)
Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu termasuk hamba yang Allah Ta’ala karuniakan keberkahan rezeki.
Berikut diantara harta yang beliau sedekahkan (belum termasuk harta warisan) :
# 40.000 dinar = ± 98 miliar 90 juta rupiah (sedekah untuk fakir miskin dan istri–istri nabi) (Fadhaa’ilu Ash-Shahaabah, 729)
# 40.000 dinar = ± 98 miliar 90 juta rupiah (sedekah untuk umum) (Al-Ishaabah, 1182)
# 40.000 dinar = ± 98 miliar 90 juta rupiah (sedekah untuk pejuang Perang Badar) (Al-Ishaabah, 1184)
# 40.000 dirham = ± 9 miliar 809 juta rupiah, 500 ekor kuda = ± 3 miliar 500 juta rupiah, dan 1.500 ekor unta = ± 22 miliar 500 juta rupiah (Al-Hilyah, 1/99).
Tentunya masih banyak lagi kisah kepahlawanan beliau menopang finansial kaum muslimin untuk tegaknya dakwah Islam yang tercatat sejarah.
Maa syaa’ Allah…
Betapa mulia amalanmu, duhai ‘Abdurrahman,
buah cintamu kepada Allah Ta’ala, bukti pengorbanan.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulirnya seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah : 261)
Inilah kunci buah cinta Abdurrahman bin Auf kepada Allah Ta’ala, yakni karena ilmu yang menyertai sanubari, bersemailah benih kecintaan terhadap akhirat. Baginya, sebaik-baik harta adalah yang disedekahkan sehingga semakin besar harta yang ia sedekahkan, semakin yakin dirinya akan balasan surga.
Cinta yang Membawa Derita
~Dampak Penyimpangan Cinta~
Satu diantara makna “cinta” adalah al-huduud, yaitu “menjaga batas” sehingga tidaklah benar seseorang yang mengaku mencintai Allah, tetapi dia justru melanggar batasan syari’at Islam (Raudhatul muhibbiin, 32).
Yang terpenting bukanlah pengakuan engkau mencintai Allah, tetapi bagaimana agar engkau dicintai olehNya (Raudhatul muhibbiin, 373).
Dosa dan maksiat adalah sumber seluruh keburukan dan bencana di dunia ini. Hal ini sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya
“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia (QS. Ar-Rum : 41).”
Dosa yang Anda perbuat bagai bumerang yang berbalik arah menghantam menyisakan luka. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengukir petuah emas, beliau berkata :
“Dosa-dosa ibarat luka,
tak sedikit dari luka itu mengantarkan pada kematian…
Bergoncangnya bumi dan gelapnya langit sebagai pertanda,
adzab Allah bagi pecinta dosa yang berbuat kerusakan di daratan dan di lautan…”
(Kaifa tatahammas, 153).”
Namun, amat disayangkan dan sungguh memprihatinkan bahwa ada suatu dosa besar bahkan dosa yang paling besar telah dianggap biasa di tengah masyarakat, yakni menyekutukan Allah.
Bukankah masih banyak diantara kaum muslimin yang cinta dengan rutinitas mengikuti tradisi memberi sesajen atau tumbal di tempat dan waktu tertentu kepada sesama makhluk yang mereka sucikan yang diyakini mampu mendatangkan manfaat maupun mencegah bencana. Juga banyak diantara kita masih meyakini benarnya ramalan bintang yang dikaitkan dengan perjodohan dan kesuksesan. Tidak kalah ramainya manusia mengagumi paranormal yang katanya mampu menebak masa depan. Bukankah hal itu semua (rezeki, jodoh, kuasa) merupakan kekhususan yang disandarkan kepada Allah semata. Tidak-kah dosa (menyekutukan Allah) ini dianggap biasa. Tidak-kah ini cinta yang membawa derita?
Dosa jenis ini merupakan dosa yang paling besar. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
Artinya :
“Sesungguhnya menyekutukan Allah benar-benar kezhaliman yang paling besar (QS. Luqman : 13).”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengungkap makna derita cinta yang sebenarnya,
“Cinta yang membawa derita adalah :
Cintanya Iblis terhadap kesombongan,
Cintanya Adam menuruti hawa nafsunya,
Cintanya Kaum Nuh menyekutukan Allah,
Cintanya Kaum Luth terhadap homoseksual,
Cintanya Kaum Syu’aib terhadap harta benda,
dan Cintanya Fir’aun terhadap kedudukan.”
(Raudhatul muhibbin, 283-287)
Demikianlah cinta terhadap hawa nafsu dan syahwat yang membawa derita dan ternyata telah dianggap biasa. Benih-benih dosa dan maksiat yang pelakunya semai, tak butuh waktu lama berbuah bencana. Mana bukti cintamu, karena cinta seseorang kepada kekasihnya tak mungkin rela menduakanNya.
Maafkan Aku Telah Menduakan-Mu
~Hakikat Cinta Sejati~
Makna cinta terkandung dalam istilah ta’abbud (penghambaan), karena memang penghambaan adalah puncak cinta dan ketundukan. Oleh karena itu, cinta yang disertai penghambaan diri, hanyalah untuk Allah semata (Raudhatul muhibbiin, 83).
Banyak orang berkata “kasih Ibu sepanjang jalan, kasih Ibu tak terhingga lagi tak berbilang”. Perhatikan ungkapan indah tersebut lalu renungkan betapa “kasih sayang Allah kepada hamba-Nya jauh melebihi kasih Ibu kepada anaknya”.
Dengan demikian, jangan sia-siakan kasih sayang Allah yang begitu besar kepada anda. Jangan duakan Allah dengan sesuatu apapun. Murnikan (tauhidkan/esakan) kecintaan kita (dalam beribadah) kepada-Nya semata. Inilah hakikat cinta seorang hamba kepada Allah Ta’ala yang sejati.
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa setidaknya ada 4 alasan dosa syirik merupakan sebesar-besarnya dosa, yaitu :
Pertama. Hal ini dikarenakan pelaku syirik tersebut telah menyerupakan Allah Ta’ala dengan makhluk-Nya sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Artinya : “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar perbuatan zhalim yang yang paling besar.” (QS. Luqman : 13)
Kedua. Dosa syirik tidak akan terampuni kecuali bagi yang bertaubat (selama pintu taubat belum tertutup) sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa karena mempersekutukan-Nya (syirik) dan Dia mengampuni dosa di bawah syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’ : 48).
Ketiga. Pelaku syirik diharamkan masuk ke dalam surga sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya siapa yang mempersekutukan Allah, sungguh Allah mengharamkan surga baginya dan tempatnya ialah neraka. Tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zhalim itu.” (QS. Al-Ma’idah : 72)
Keempat. Syirik dapat menghapus seluruh amalan ibadah kita sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am : 88)
Masih Ada Harapan
~Allah Maha Menerima Taubat~
Sungguh seseorang yang bertaubat dari syirik (sebelum pintu taubat tertutup), Allah akan ampuni. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Katakanlah, wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. Az-Zumar : 53)
(Fathul Majid lisyarhi Kitabi At-Tauhid : 87)
Dengan demikian, setiap muslim dan muslimah wajib meninggalkan syirik dan satu-satunya cara supaya terhindar dari syirik adalah dengan ilmu, sedangkan ilmu tidaklah kita dapat memperolehnya hanya dengan berpangku tangan. Langkahkan kaki anda menuju majelis-majelis ilmu, manfaatkan gadget anda untuk searching ilmu. Jangan berputus asa dari rahmat Allah, mohon ampunlah kepada-Nya sebelum pintu taubat tertutup.
Ya Allah, maafkan aku telah menduakan-Mu.
Inilah praktik “cinta” yang hakiki lagi sejati
sehingga memahamkan kita akan batasan-batasan “cinta” yang syar’i
bagai “taman indah bagi orang yang sedang jatuh cinta”.
Wash shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.
Penulis : Muhammad Iqbal, S.P. (Alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Murajaah: Ustadz Afifi Abdul Wadud
==========================================================================
Ayo berpartisipasi menyebarkan buletin ini.